Rabu, 26 Oktober 2011

Kucari Jawab



Kucari Jawab

Di mata air, di dasar kolam,
Kucari jawab teka-teki alam.
Di kawan awan kian kemari,
di situ juga jawabnya kucari.
Di warna bunga yang kembang.
Kubaca jawab, penghilang bimbang,
Kepada gunung penjaga waktu.
kutanya jawab kebenaran tentu,
Pada bintang lahir semula,
Kutangis jawab teka-teki Allah.
Ke dalam hati, jiwa sendiri,
Kuselam jawab! Tiada tercerai
Ya, Allah yang Maha - dalam,
Berikan jawab teka-teki alam.
0, Tuhan yang Maha - tinggi,
Kunanti jawab petang dan pagi`
Hatiku haus `kan kebenaran,
Berikan jawab di hatiku sekarang ...

                            (J.E. Tatengkeng)

Sejak dulu aku suka sekali dengan sajak diatas, yang kuingat pertama kali  aku menemukannya pada buku pelajaran Bahasa Indonesia pada waktu SMP. saat itu aku menuliskannya dalam sebuah buku dan masih kusimpan hingga sekarang.

*Jan Engelbert Tatengkeng adalah salah satu sastrawan  angkatan pujangga baru.alam perjalanan hidupnya dia menyadari dan meyakini bahwa kebenaran itu hanya ada pada Allah semata. Ia mencari jawaban akan kebenaran yang dicarinya di berbagai tempat: di mata air, di dasar kolam, di kawanan awan, di indahnya bunga, gunung, dan bintang. Sampai ia berseru kepada Allah yang Mahatinggi. Itulah yang ia gambarkan dalam sajaknya, "Kucari Jawab" diatas. 


Senin, 24 Oktober 2011

Lawu yang Ramai

Sabtu siang (10/09/2011) aku dan mas eko asyik mengepak barang bawaan di teras depan rumah. Setelah hampir satu jam kami sibuk berkutat dengan tas carrier masing-masing akhirnya tenda dan seluruh barang bawaan masuk juga dalam dua buah carrier yang kami bawa. Kamipun siap berangkat menuju Lawu dengan menggunakan sepeda motorku (yang aku sendiri gak yakin apa nanti bisa nyampe tujuan.. :D) papaku sempat ngedumel aja melihat bawaan kami yang super gede dan gak yakin motorku bakalan kuat buat menanjak. Dalam perjalanan di tiap tikungan rasanya ban belakang motor melintir melintir gitu.. Maklum aja shockbreaker belakang udah pada mati. Belum lagi kalau dapat jalanan yang menanjak, wuihh.. kerja keras tuh mesin.. Tapi dengan berbekal jurus sakti “alon-alon asal kelakon” Akhirnya nyampe juga kami di cemoro sewu.

Sabtu kali ini merupakan pendakian yang ramai. Hal itu tak mengherankan karena memang selain akhir pekan kebanyakan orang juga belum memasuki hari kerja efektif setelah libur panjang lebaran.
Pintu masik pendakian via Cemoro Sewu.

Di pintu masuk pendakian maupun di puncak kami berjumpa dengan banyak rombongan pendaki dari berbagai daerah, mulai yang terdekat yaitu Magetan, Ngawi, Karanganyar, Sragen, Sukoharjo hingga pendaki dari kota lain seperti Trenggalek, Pati, Surabaya, Jogja, Tangerang, Bogor, dan masih banyak pendaki lain yang tidak sempat kami tanya satu persatu. ( kurang kerjaan banget yah,, ngedata darimana asal semua pendaki. Hehehe.. :)).

Kami berangkat dari pintu pendakian via Cemoro Sewu tepat pada pukul 16.30 WIB dan nyampe pos 5 sekitar pukul 23.30 WIB. Saat itupun kami tak perlu menggunakan senter dalam perjalanan malam, bulan bersinar terang malam itu, mengirimkan sinarnya melewati ranting-ranting pepohonan hutan, menyapa kami, menemani malam kami. Tapi terang bulan seperti itu juga membuat udara diatas jadi lebih dingin, malam sebelumnya saja suhu mencapai minus 2° Celcius. angin yang bertiup kencang di pos 5 membuat kami mengigil kedinginan. kami mendirikan tenda dan beristirahat disana untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Hargo Dumilah pada pagi harinya.

aku rasa hari itu memang hari keberuntungan kami, selama perjalanan tadi kami sempat melihat dua ekor kera jawa hitam (lutung), berpapasan dengan ayam hutan yang sedang asyik berkejaran, dipandu burung jalak selama perjalanan antara pos 1 dan pos 2, hingga di puncak melihat monyet besar yang berjalan mengendap-endap diantara semak-semak, aku sempat mengira kalau itu adalah macan kumbang, karena jelas sekali tadi sekilas yang kulihat itu adalah hewan besar berwarna hitam, saat aku dekati pelan-pelan ternyata yang ada hanyalah monyet besar dengan ekornya yang panjang menghilang di balik semak-semak ( aku bahkan sempat membangunkan dua orang pendaki lain yang tidak aku kenal yang sedang tidur di dekat semak karena takut dia nanti diterkam macan... hahaha.. :D ).
Pos 5.

Narsis di pos 5.


Selamat pagi dunia!!.
Menuju puncak.
Puncak sebentar lagi.



Jumat, 14 Oktober 2011

Rindu Gunung


Kerinduan itu kembali datang...

hidup, mati, ada di tangan Gusti Allah..
ini bukan tentang kesombongan..
aku hanyalah sebuah titik kecil.